Selasa, 13 Mei 2014

Pembangunan pengelolaan kawasan Hutan Mangrove yang berwawasan lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN
a.     Latar belakang
      Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai. Ekosistem hutan ini tersusun oleh flora yang termasuk dalam kelompok rhizoporaceae, combretaceae, meliaceae, sonneratiaceae, euphorbiaceae dan sterculiaceae. Sementara itu, pada zona ke arah darat ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum). Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe sistem fragile yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan, padahal ekosistem tersebut bersifat open acces sehingga meningkatnya eksploitasi sumberdaya mangrove oleh manusia akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya.
Sementara itu, ekosistem hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai macam satwa liar antara lain reptil dan ikan-ikan yang penting secara ekonomis dan bialogis seperti kakap, bandeng, belanak dan udang. Lebih daripada itu, ekosistem hutan mangrove sangat mendukung perikanan artisanal. Meskipun merupakan usaha perikanan skala kecil dan tradisional ternyata memiliki makna ekonomi yang cukup penting. Fungsi dan peran ekosistem hutan mangrove sangat penting sebagai tempat untuk memijah, mengasuh anak, berlindung serta mencari makan bagi berbagai jenis ikan. Oleh karena itu, kelestariannya harus dijaga. Penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem hutan mangrove akan mengancam kelestarian habitat tersebut dan selanjutnya akan mengancam kehidupan fauna tadi (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999a). Untuk meningkatkan dan melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove perlu suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung. Penerapan sistem mina hutan (sylvofishery) di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan yang tepat dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari.
Mina hutan merupakan pola pendekatan teknis yang cukup baik, yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Sistem ini memiliki teknologi sederhana, dapat dilakukan tanpa merusak tanaman bakau yang ada dan dapat dilakukan sebagai kegiatan sela sambil berusaha menghutankan kembali kawasan jalur hijau di daerah pantai yang kritis (Perhutani, 1993). Dengan pola ini, diharapkan ada kerjasama yang saling menguntungkan antara petani penggarap dan fihak kehutanan. Penerapan kegiatan mina hutan di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mencegah perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat karena akan memberikan alternative sumber pendapatan bagi masyarakat di kawasan tersebut.
b.    Tujuan
Berdasarkan karakteristik lokasi dan analisis masalah disuatu kawasan ekosistem hutan mangrove serta kaitannya dengan dengan fungsi kawasan, maka pengelolaan dan pengembangan kawasan ekosistem hutan mangrove dimaksud, termasuk untuk kegiatan mina hutan (sylvofishery), perlu didasarkan atas azas kelestarian, manfaat dan keterpaduan dengan tujuan :
(1) Menjamin keberadaan ekosistem hutan mangrove dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional,
(2) Mengoptimalkan aneka fungsi kawasan tersebut, termasuk fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi yang seimbang secara berkelanjutan
(3) Meningkatan daya dukung kawasan, serta
(4) Mendukung pengembangan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan ketahanan sosial ekonomi.
c.      Sasaran
Sasaran kebijakan pengelolaan ekosistem hutan mangrove secara umum perlu diarahkan pada empat aspek yaitu:
(1) Mengurangi tekanan terhadap ekosistem hutan mangrove, dalam bentuk:
pengawasan yang ketat terhadap penebangan liar, perburuan liar dan ancaman kerusakan hutan lainnya, menindak petambak liar yang beroperasi, melakukan penataan kawasan.
(2) Revitalisasi fungsi ekosistem hutan mangrove, dalam bentuk: melakukan penghutanan kembali (reforestration) daerah yang telah rusak tegakan mangrovenya, menata dan memperbaiki aliran pasang surut di dalam kawasan yang sudah terganggu
(3) Mengembangkan manfaat sosial ekonomi kawasan, dalam bentuk: menata dan memperbaiki sistem budidaya perikanan yang ada dengan sistem mina hutan mengembangkan program wisata alam ekosistem hutan mangrove yang menarik dan profesional
(4) Merumuskan kembali sistem kelembagaan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang menjamin adanya sinergisme antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam mendukung fungsi ekologi dan ekonomis kawasan tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN
Pengeloaan Kawasan Hutan Mangrove yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan
A.    Strategi pengelolaan kawasan hutan mangrove
    Agar strategi pengelolaan kawasan ekosistem hutan mangrove dengan kegiatan mina hutan dapat diterapkan di suatu kawasan, maka perlu dilakukan penelaahan mengenai karakter biofisik kawasan dan analisis permasalahan yang ada di suatu kawasan ekosistem hutan mangrove. Apabila karakter biofisik dan permasalahan sudah diketahui maka prinsip-prinsip pengelolaan, azas dan tujuan pengelolaan serta sasaran pengelolaan dapat ditentukan.
B.     Prinsip Pengelolaan
     Sebagai kawasan hutan prinsip pengelolaan hutan mangrove tidak berbeda dengan pengelolaan hutan secara umum. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara harmonis dan seimbang. Oleh karena itu hutan harus dikelola dan diurus, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, olehkarena itu harus dijaga kelestariannya.
Sejalan dengan jiwa pada pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan serta bertanggung jawab. Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan rakyat, maka pada aprinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan kerentanannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya.

C.  Rancangan teknis pengelolaan
Penataan Zona
Adanya sifat open acces pada kawasan ekosistem hutan mangrove maka diperlukan upaya penataan zona di kawasan. Upaya tersebut dimaksudkan sebagai upaya meminimalkan kerusakan dan melestarikan fungsi ekologis dan ekonomis kawasan. Penataan zona disini adalah pembagaian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi zona pemanfaatan dan zona perlindungan atau konservasi.
Reboisasi
Reboisasi diperlukan untuk kawasan ekosistem hutan mangrove yang sudah terlanjur digunakan untuk usaha perikanan tetapi dengan proporsi yang tidak seimbang yaitu 80% tambak dan 20% hutan menjadi sebaliknya dan kawasan mangrove yang terkena abrasi.
Kendala upaya reboisasi di daerah tambak adalah kedalaman air kolam yang melebihi 1 meter. Pada kedalaman ini bibit bakau akan terapung, tidak akan mampu mencapai media tumbuh yang berupa lumpur. Pengurugan kolam tidaklah mungkin ditinjau dari aspek pembiayaan dan sumber tanah yang sejenis. Suatu jalan pemecahan yang mungkin dilakukan adalah dengan cara menanam bibit bakau dalam bumbung bambu. Bumbung bambu tersebut diisi lumpur kemudian ditanami bibit bakau dan ditancapkan di kolam-kolam.
Adapun kendala reboisasi di daerah abrasi adalah tidak adanya media lumpur yang memadai untuk tumbuh bibit bakau dan daerahnya labil karena selalu terkena ombak. Untuk reboisasi di wilayah ini, terlebih dahulu perlu dilakukan kegiatan prakondisi berupa pengamanan dari pukulan ombak dan penyediaan media tumbuh. Caranya adalah dengan pembuatan “groin” dari batu sepanjang garis pasang surut. Namun pembuatan groin ini memerlukan biaya yang cukup besar. Alternatif lain adalah membuat terucuk bambu yang rapat. Pembuatan groin atau terucuk bambu ini bertujuan untuk menahan lumpur yang terbawa ombak sehingga lama-kelamaan akan tersedia media tumbuh yang sesuai bagi pertumbuhan pohon. Jenis pohon yang cocok untuk daerah yang terkena abrasi adalah api-api (Avicenia sp).
Pengembangan Mina Hutan
Seperti diuraikan di atas, bahwa perlu adanya zonasi dikawasan ekosistem hutan mangrove salah satunya adalah zona pemanfaatan. Zona pemanfaatan dalam hal ini diperuntukan bagi kegiatan mina hutan (sylvofishery).
Penerapan mina hutan dikawasan ekosistem hutan mangrove diharapkan dapat tetap memberikan lapangan kerja bagi petani disekitar kawasan tanpa merusak hutan itu sendiri dan adanya pemerataan luas lahan bagi masyarakat. Harapan ini dapat terwujud dengan catatan tidak ada pemilik modal yang menguasai lahan secara berlebihan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, harus ada ikatan perjanjian antara pengelola tambak dan Dinas Kehutanan, yang antara lain berisi kewajiban bagi pengelola tambak untuk menjaga kelestarian hutan serta sanksi bagi pengelola tambak mengingkari kewajibannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di daerah Blanakan, Subang, ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengelola tambak antara lain mnjaga perbandingan hutan dan tambak sebesar 80% hutan dan 20% kolam. Jika perbandingan hutan dan tambak 50-80% : 20-50%, pengelola tambak diberi peringatan dan jika perbandingan antara hutan dan tambak mencapai 50% : 50% ijin pengelolaan dicabut.
Dengan pengembangan mina hutan secara lebih tertata dan perbandingan antara hutan dan tambak sebesar 80% : 20%, diharapkan dapat meningkatkan produksi per satuan luas dan hasil tangkapan udang liar. Harapan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa hutan disekitar kolam yang lebih baik akan meningkatkan kesuburan kolam dengan banyaknya detritus, yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap produksi. Di samping itu, hutan yang lebih baik akan menjadi tempat mengasuh anak yang cukup bagi udang, melindungi udang dari suhu yang tinggi dan menyediakan makanan yang lebih banyak bagi udang dan ikan. Lebih lanjut, daun mangrove yang jatuh diduga mengandung alelopaty yang dapat mengurangi keberadaan penyakit ikan dalam tambak. Asumsi ini timbul berdasarkan hasil wawancara dengan Mantri Hutan pada saat studi banding di Blanakan, bahwa produksi bandeng dan udang dari kolam yang hutannya cukup baik lebih tinggi dari lahan tambak yang hutannya tidak baik (terbuka).
Adapun sistem mina hutan yang dapat diaplikasikan adalah sistem empang parit dan sistem empang inti. Sistem empang parit adalah sistem mina hutan dimana hutan bakau berada di tengan dan kolam berada di tepi mengelilingi hutan. Sebaliknya sistem empang inti adalah sistem mina hutan dengan kolam di tengah dan hutan mengelilingi kolam (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999b).
Kelembagaan
Mengingat kepentingan strategis dan kompleksnya permassalahan di kawasan ekosistem hutan mangrove, maka perlu kelembagaan yang jelas yang diberi kewenangan untuk menangani kawasan tersebut secara menyeluruh. Jika selama ini pengelolaan kawasan hutan mangrove diserahkan kepada Dinas Kehutanan, maka diperlukan badan khusus di Dinas tersebut untuk menangani kawasan ekosistem hutan mangrove. Dengan adanya lembaga dimaksud diharapkan tidak ada tumpang tindih kepentingan antara bagian-bagian yang ada di dinas Kehutanan.
D. Manfaat Hutan Mangrove
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhisnHKehGE0J699AflkKjSSgwIlNCUL0ARuKNI_tFJ5t8d9acUoVCfYpRQNd2JTTvTiiFYQQnvmoMVDqeM538VNtBCWeqgRHMj-DQ522dkxWO1Dx2a69ZC687owjwDKFCXtBcv7zs58C8/s400/manfaat-fungsi-mangrove.jpg
Hutan mangrove mempunyai banyak manfaat bagi umat manusia di dunia. Mengkonversi lahan mangrove demi kepentingan kapitalis adalah sebuah kejahatan.


Fungsi dan manfaat Mangrove:
1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang. Menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut. Hutan mangrove mampu meredam energi arus gelombang laut sekitar 60% (Pratikto et al. (2002) dan Instiyanto et al. (2003).
2. Pelindung terhadap bencana alam. Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.Keberadaan hutan mangrove dapat memperkecil gelombang tsunami yang menyerang daerah pantai.
3. Melindungi tebing/bibir sungai daerah pesisir dari proses erosi atau abrasi.
4. Menahan dan menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat pada malam hari.
5. Mencegah dan pengendali intrusi air laut yg mengandung garam (salt intrution) ke arah darat. Mangrove berfungsi sebagai filter alam yg mengolah air laut menjadi air tawar, sehingga tanah daratan daerah tsb menghasilkan sumber air tawar. Proses instrusi sangat memungkinkan munculnya sumber air tanah di daerah yang sebelumnya sangat gersang. Proses intrusi itu akan lebih cepat bila ditunjang oleh penghijuauan di darat berupa reboisasi bukit-bukit gundul dengan tanaman pohon yang berumur panjang dan daunnya tidak mudah gugur pada musim kemarau.
6. Mempercepat pembangunan perluasan lahan pantai secara alamiah melalui proses sedimentasi secara periodik sampai terbentuk lahan baru.
7. Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air). Sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, pengolah alamiah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal di laut.
8. Sebagai penyerap polusi udara berupa karbondioksida (CO2).
9. Ekosistem hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi. Produktivitas primer ekosistem mangrove ini sekitar 400-500 gram karbon/m2/tahun adalah tujuh kali lebih produktif dari ekosistem perairan pantai lainnya (White, 1987). Oleh karenanya, ekosistem mangrove mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi. Daun mangrove yang berguguran diuraikan oleh fungi, bakteri dan protozoa menjadi komponen-komponen bahan organik yang lebih sederhana (detritus) yang menjadi sumber makanan bagi banyak biota perairan (udang, kepiting dan lain-lain) (Naamin, 1990). Proses penyerapan karbon dioksida dikemukakan contoh hasil oleh para petani di Jepang, yaitu bahwa hasil padi di sekitar hutan mangrove 3 sampai 4 kali lebih banyak dari pada daerah lain.
10. Mangrove sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya (Saenger et al., 1983). Tercatat sekitar 67 macam produk yang dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya untuk bahan bakar (kayu bakar, arang, alkohol); bahan bangunan (tiang-tiang, papan, pagar); alat-alat penangkapan ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak); tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan, minuman dan obat-obatan (gula, alkohol, minyak sayur, cuka); peralatan rumah tangga (mebel, lem, minyak untuk menata rambut); pertanian (pupuk hijau); chips untuk pabrik kertas dan lain-lain.
11. Hutan mangrove juga menghasilkan hawa yang sejuk dan mudah terjadi turunnya hujan. Hawa itu ternyata bukan dinikmati manusia saja, tetapi juga oleh semua margasatwa.
12. Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif. Jaringan anatomi tumbuhan mangrove mampu menyerap bahan polutan, misalnya seperti jenis Rhizophora mucronata dapat menyerap 300ppm Mn, 20 ppm Zn, 15 ppm Cu (Darmiyati et al., 1995), dan pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb ³ 15 ppm, Cd ³ 0,5 ppm, Ni ³ 2,4 ppm (Saepulloh, 1995).
13. Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
14. Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
15. Pengontrol penyakit malaria.
16. Habitat tumbuhnya vegetasi berbagai jenis flora pasang-surut daerah pesisir. Mangrove adalah sekumpulan pohon dan semak-semak yang tumbuh di daerah intertidal (daerah pasang surut). Masyarakat lebih mengenal pohon bakau yang tumbuh di pinggir pantai yang berawa-rawa. Mereka mengenal berjenis-jenis dan ada yang daun serta buahnya dapat dimakan oleh manusia maupun hewan. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi. Mangrove dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu: mangrove sejati dan mangrove assosiasi. Mangrove sejati sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu mangrove mayor dan mangrove minor. Mangrove mayor terdiri dari 34 jenis, sedangkan mangrove minor terdiri dari 20 jenis. Mangrove assosiasi adalah pohon dan mempunyai banyak kesamaan dengan pohon bakau, sehingga digabungkan juga sebagai kelompok bakau. Mangrove assosiasi terdiri dari 60 jenis (P.B. Tomlinson, 1986, The Botany of Mangrove).
17. Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut. Habitat berbagai jenis fauna: ikan, udang, kepiting bakau, sidat (anguilla), unggas/burung, serangga, ular, biawak, buaya, dll.
18. Habitat satwa langka. Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
19. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
20. Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus) yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
21. Sebagai kawasan pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground) bagi udang.
22. Sebagai daerah mencari makanan (feeding ground) bagi plankton.
23. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, mencari makan, memijah dan berkembang biak (feeding ground, breeding ground dan nursery ground) berbagai jenis fauna.
24. Sebagai laboratorium alam pesisir yang hidup untuk penelitian dan pengembangan iptek berbagai cabang ilmu pengetahuan. Sebagai tempat praktek lapang sumber belajar bagi pelajar, mahasiswa dan stake holder.
25. Zona konservasi sumberdaya alam terbarukan meliputi flora dan fauna pesisir.
26. Zona wisata alam hutan pesisir. Sebagai kawasan wisata alam pantai untuk membuat trail mangrove.
27. Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, tekstil, makanan ringan. Penyediaan bahan home industri masyarakat pesisir. Buah mangrove dapat menghasilkan bahan untuk pembuat kuliner berupa Sirup Buah Mangrove, Dodol Buah Mangrove, Kue/Roti Mangrove, Kerupuk mangrove.
28. Penghasil bibit ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu (nektar).
29. Penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga.
30. Mangrove jenis Nipah dapat menghasilkan bahan bakar Bio Premium dengan kualitas kelas Pertamax dapat dikelola dengan teknologi industri kecil skala rumah tangga.
31. Kesejahteraan kesempatan lapangan usaha bagi masyarakat pesisir. Jumlah masyarakat pesisir Indonesia sekitar 60 juta orang.
32. Dapat digunakan sebagai program penguatan usaha masyarakat pesisir dalam PNPM Kelautan Perikanan Kehutanan dan Home Industri Mandiri berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Blue Economi).

BAB III
PENUTUP

Dalam pengembangan sistem mina hutan (sylvofishery) di kawasan ekosistem hutan mangrove ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan:
1. Rencana pengembangan dan pengelolaan kawasan harus didasarkan atas azas kelestarian, manfaat dan keterpaduan, dengan tujuan: menjamin keberadaan kawasan ekosistem hutan mangrove dengan luasan yang cukup dan sebaran proporsional, mengoptimalkan aneka fungsi kawasan, termasuk fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan, mendukung pengembangan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan ketahan sosial dan ekonomi.
2. Revitalisasi fungsi kawasan hutan mangrove
3. Pengembangan kegiatan mina hutan dengan poporsi 80% kawasan untuk hutan dan 20% untuk uaha perikanan.
Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove dari berbagai sudut pandang baik itu manfaat ekologi, manfaat ekonomi, manfaat fisik, manfaat biologi dan manfaat kimia maupun manfaat sosial sangat dirasakan dalam kehidupan masyarakat pesisir. Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan dan membuktikan bahwa hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan di pesisir.
Maka dari itu, sebagai makhluk Tuhan yang beriman tentu kita harus menjaga Kelestarian Hutan Mangrove dengan tmelakukan reboisasi-reboisasi yang mampu membawa pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999a. Strategi national pengelolaan hutan mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999b. Sylvofishery, budidaya tambak-mangrove terpadu. Majalah Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Martosubroto, P dan Sudrajat, 1974. A study on some ecological aspect and fisheries of Segara Anakan in Indonesia. Publ. Of. Fish Rest. Inst. LPPL 1/73: 73-84.
Perhutani, 1993. Pelaksanaan program perhutanan sosial dengan sistem sylvofishery pada kawasan hutan payau di pulau Jawa. Direksi Perum Perhutani, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia, 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Kopkar Hutan, Jakarta
Forumhijau.com –









MAKALAH
PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DAN BERKELANJUTAN
Mata Kuliah                           : Dasar-dasar Ilmu Lingkungan
Dosen                                      : Harifuddin S.pi.,M.si.
Oleh :
Nama           : Suryaningsih
Nim              : 1322050313
Kelas               : B

AGRIBISNIS PERIKANAN/XXVI
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar